Rabu, 30 Desember 2015

RESENSI BUKU SURAT KECIL UNTUK TUHAN

RESENSI BUKU SURAT KECIL UNTUK TUHAN


IDENTITAS

Judul                          : Surat Kecil Untuk Tuhan
Pengarang                  : Agnes Danovar
Penerbit                     : Inandra Published
Tahun Terbit             : 2008
Cetakan                      : Jakarta,September 2011
Jumlah Halaman       : 83
Jenis Buku                 : E-Book
Harga                          : Free


SINOPSIS

Tuhan
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan didunia ini

Tuhan
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi
hal yang sama terjadi padaku
terjadi pada orang lain

Tuhan
Berikanlah aku kekuatan
untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidupku
kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan
Surat kecilku ini
Adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali
Ke dunia yang Kau berikan padaku

Cuplikan diatas adalah sepenggal bait-bait tulisan yang tertera dalam surat kecilnya kepada Tuhan. Sebuah cerita kisah nyata, Gita Sesa Wanda Cantika atau yang sering dipanggil Keke adalah seorang gadis remaja berumur 13 tahun yang divonis memiliki penyakit kanker mamatikan yaitu Rabdomiosarkoma atau disebut kanker Jaringan Lunak, kanker ini merupakan kanker paling ganas dari tingkatan kanker. Perkembangan kanker ganas ini hanya lima hari, kanker yang dialami oleh Keke sudah masuk ke stadium tiga. Kanker jaringan lunak itu menggerogoti bagian wajahnya sehingga terlihat buruk. Walau dalam keadaan sulit, Keke terus berjuang untuk tetap hidup dan tetap bersekolah layaknya gadis normal lainnya.

Semenjak divonis kanker ayahnya yaitu Joddy Tri Aprianto selalu sedih dan menangis, dia tidak tega melihat dan memberitahukan bahwa anak kesayangannya harus menderita kanker yang sangat mematikan. Menurut dokter yang memeriksa, keke harus menjalani operasi pengangkatan kanker yang terletak diwajahnya. Tentu saja sang ayah Joddy menolak dan berat mengambil keputusan itu, bagaimanapun juga sebagai orang tuanya, mereka tidak tega melihat separuh wajah putrinya harus hilang karena operasi yang harus dijalaninya. Maka, ayah berserta keluarga merahasiakan kanker itu pada Keke. Berbagai pengobatan sudah mereka coba, mulai dari pengobatan tradisional maupun pengobatan modern, berbagai daerah bahkan hampir seluruh daerah mereka hampiri untuk kesembuhan putrinya, tapi hasilnya tetap tidak ada perkembangan. Semakin hari semakin besar pula benjolan kanker yang ada pada wajahnya. Pada awalnya Keke hanya tahu itu hanyalah sebuah tumor yang akan sembuh bila menjalani operasi, tapi lambat laun sang ayah tidak bisa terus menererus-menerus menutupi bahwa sang anak Keke menderita penyakit kanker.

Hari demi hari Keke harus hidup bersama kanker di wajahnya, meski dalam keadaan seperti itu, Keke tetap melanjutkan sekolahnya, karena baginya pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Dia juga merupakan siswi yang berprestasi hal ini dibuktikan pada saat kondisi paling burukpun, dia bisa mengikuti ujian sekolah dan meraih peringkat tiga dalam kelasnya. Teman sekaligus sahabatnyapun tidak merasa terganggu dengan kehadiran Keke yang berbeda dengan benjolan wajahnya, bahkan mereka senang dan selalu menyemangati dan membuat Keke tertawa dan bergembira bersama. Sungguh sangat beruntung Keke mempunyai sahabat seperti mereka.

Sang Ayah, Joddy Tri Aprianto tidak menyerah. Ia terus berjuang agar sang putri kesayangannya itu dapat terlepas dari vonis kematiannya. Perjuangan sang ayah dalam menyelamatkan putrinya tersebut begitu mengharukan. Ayahnya berusaha untuk mencari pengobatan alternative, hingga dia menemukan ada satu cara lain pengobatan yang bisa membunuh kanker itu, yaitu kemoterapi. Perjuangan Keke melawan kanker membuahkan hasil. Dengan segala upaya orang tuanya, Gita mendapatkan kesempatan untuk sembuh setelah bertahan selama 6 bulan melalui kemotrapi untuk membunuh sel-sel kanker yang menggerogoti tubuhnya. Untuk menjalani Kemotrapi, Keke harus merasakan sakit yang sangat luar biasa karena obat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuhnya obat keras yang memberikan efek rasa sakit dan dingin yang tak tertahankan. Selain rasa sakit yang luar biasa, dampak kemoterapi ini juga mampu merontokkan semua rambut yang ada di tubuhnya, dan tubuh kecil Gita harus menjalaninya hingga 25 kali untuk bisa sembuh.

Kegigihan sang ayah dan kesabaran Keke serta tak luput dari kekuasaan tuhan membuahkan hasil membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai lebih lama. Nyatanya kemoterapi yang dijalani Keke, berhasil membuat benjolan kanker yang ada di wajahnya mengecil, setelah melakukan sebanyak enam kali bahkan benjolan kanker itu nyaris hilang dan Keke dinyatakan bebas dan sembuh dari kanker yang deritanya. Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat, Kanker itu datang lagi, namun kali ini dengan lokasi berbeda, di pelipis mata sebelah kanan. Kali ini, ayahnya mencoba cara yang pertama yaitu kemoterapi, berharap bisa membunuh kanker mematikan itu. Kemoterapi pun dilakukan sekali lagi, seluruh rambut Keke rontok tak bersisa, tapi sepertinya kanker itu mulai kebal terhadap obat kimia kemoterapi. Dokter yang menangani Keke akhirnyapun menyerah dengan kondisi Keke yang tak kunjung membaik.

Akhirnya ayahnya mencoba pengobatan ke Singapura, disana hasilnya sama saja, dokter menyarankan untuk operasi. mereka pun kembali ke Indonesia dengan kondisi Keke yang semakin parah, Kenker itu mulai menyebar ke seluruh tubuh, ke paru-paru, Jantung dan organ-organ lain. satu hal yang membuat aku terharu, dengan kondisi yang begitu parah, semangat belajar Keke sangat tinggi, dia tetap keukeuh untuk sekolah. bahkan disaat tangan dan kakinya sudah tak mampu lagi digerakkan. Kondisi Keke tak juga membaik hingga akhirnya dia harus rawat inap lagi di RSCM dan mengalami koma selama tiga hari. Di nafasnya yang terakhir ia menuliskan sebuah surat kecil kepada Tuhan. Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke nafasnya telah terhenti pada tanggal 25 desember 2006.


KELEBIHAN
  1. Buku ini mengajarkan kita akan pentingnya perjuangan, kesabaran, dan rasa sukur kepada tuhan. Perjuangan yang sangat luar biasa Keke yaitu tokoh utama dalam buku novel ini dalam melawan kanker ganas.
  2. Cerita yang disajikan dalam buku novel ini dapat menghanyutkan para pembaca dan perjuangan penuh mengharukan dan membuat pembaca tanpa sadar meneteskan air mata.
  3. Buku novel ini mengajarkan juga walau dalam keadaan seburuk atau kekurangan seperti apapun, tidak bisa menghalangi kita untuk bisa berprestasi, semangat menuntut ilmu, dan semangat untuk belajar. Semangat seperti ini patut kita contoh sebagai generasi muda penerus bangsa.
  4. Keke tokoh utama dalam buku novel ini mengajarkan kita agar ikhlas, sabar, dan menerima ketentuan atau takdir yang diberikan tuhan dengan penuh keimanan
  5. Mengajarkan persahabatan. Dengan kondisi seperti yang dialami Keke, sahabat-sahabat dan keluarganya tetap disampingnya, memotivasi dan terus menyemangati hingga akhir hayat Keke
  6. Selain kelebihan tersebut, masih banyak lagi kelebihan-kelebihan yang bisa kita ambil pelajaran penting dalam buku novel ini. Sosok tegar dan kuat Keke patut kita jadikan contoh dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.


KELEMAHAN

            Kelemahan atau kekurangan dalam novel ini masih terdapat kesalahan penulisan atau typographi dan juga tidak dijelaskan secara detail sekaligus munculnya pertanyaan yang tidak saya temukan jawabannya dalam buku novel ini, yaitu bagaimana Keke melakukan ibadah shalat wajib ?, karena hanya dijelaskan ibadah puasa saja yang dilakukan Keke.


KESIMPULAN

Buku yang berjudul Surat Kecil Untuk Tuhan adalah sebuah kisah nyata yang penuh ispiratif, diangkat dari sebuah perjalanan panjang gadis remaja bernama Gitta sesa wanda cantika atau sering dipanggil Keke. Kisah ini mengajarkan tentang kehidupan diujung pengharapan dimana Keke yang divonis kanker ganas berjuang untuk hidup. Walau pada akhirnya ia menyerah namun ia tidak kalah karena oleh penyakitnya itu. dia pun menuliskan surat terakhirnya kepada Tuhan yang ia beri judul surat kecil untuk Tuhan.


SARAN

            Seperti yang disampaikan pada kelemahan buku, masih terdapatnya kesalahan penulisan atau typographi. Dalam hal ini pembaca menyarankan perlunya perbaikan lagi pada cetakan berikutnya.


Download ebook via Goole Drive : Klik Moh. Syairi


Resentator : Moh. Syairi

RESENSI BUKU 168 JAM DALAM SANDERA

RESENSI BUKU 168 JAM DALAM SANDERA


DATA IDENTITAS

Judul                          : 168 Jam Dalam Sandera
Pengarang                  : Meutya Hafid
Penerbit                     : Hikmah
Tahun terbit              : 2007
Cetakan                      : Cetakan I, September 2007
Jumlah Halaman       : 286
ISBN                           : 978-979-114-121-5
Jenis buku                 : E-book
Harga                          : free


SINOPSIS

            Tanggal 15 Februari 2005 adalah peristiwa menggemparkan bagi Negara Indonesia, pasca terjadinya Tsunami Aceh. Peristiwa bersejarah yang dialami oleh reporter Metro TV yang bernama Meutya Hafid dan juru kamera yaitu Budiyanto yang disandera mujahidin Irak karena dicurigai telah menjadi mata-mata pasukan koalisi Amerika. Penyanderaan ini terjadi selama 168 jam atau selama satu minggu.

            Setelah kembalinya dari tugas peliputan bencana Tsunami Aceh, ia yang kerap dipanggil Meutya dan rekannya Budiyanto terpilih dan ditugaskan meliput suasana Irak setelah terjatuhnya kekuasaan Saddam Hussein. Negara Irak saat itu hancur dan porak-poranda, bagdad hancur berantakan, mencekam dan jalan di kota dipenuhi tank militer dan disetiap sudut dijumpai tentara dengan senjata lengkap. Medan yang sangat berat ditempuh Meutya dan Budiono serta seorang penerjemah dan orang yang menyewakan mobil untuk mereka yang bernama Ibrahim, setelah mereka menyelesaikan tugas mereka dengan baik, akhirnya mereka siap untuk kembali ketanah air, tiba-tiba bagian redaksi tempat mereka bekerja memerintahkan untuk membatalkan kepulangan mereka dan harus kembali ke Irak untuk meliput kegiatan peringatan Asyura yaitu peristiwa kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hussein bin Ali yang diperingati kaum syiah secara besar-besaran di kota karbala. Mereka terkejut dengan perintah itu, namun apadaya ini adalah perintah dan mereka menyanggupinya.

            Dalam perjalanan mereka kembali ke Negara Irak, mobil yang mereka tumpangi berhenti untuk mengisi bahan bakar di pom bensin, pada saat itulah peristiwa penculikan itu terjadi. Beberapa orang pasukan Mujahidin dengan wajah tertutup Kafiyeh, menyergap mereka dan kemudian membawa mobil mereka termasuk sang sopir KBRI yang mereka sewa, Ibrahim. Mereka dibawa ke sebuah gurun, dimana hanya ada padang pasir yang terhampar luas sejauh mata memandang. Maka tak ada jalan lain bagi Meutya, Budi, dan Ibrahim, kecuali  pasrah mengikuti para penyandera. Tak mungkin mereka melarikan diri atau melawan karena mereka bertiga ditodong senjata AK kecuali mereka ingin mati.

            Setelah berjam-jam perjalanan melewati gurun, mobil yang mereka kendarai bersama penyandera akhirnya sampai pada sebuah gua kecil yang akan menjadi tempat mereka disandera. Hampir setiap malam bunyi pesawat tentara koalisi melintas di atas mereka, benar-benar menciptakan suasana ketegangan dan ketakutan, karena ternyata gua yang mereka diami, adalah wilayah antara Ramadi dan Fallujah, wilayah itu adalah zona pertempuran antara gerilyawan Irak dan tentara koalisi. Dan itu berarti, jika pertempuran pecah, gua itu akan jadi sasaran empuk berondongan peluru dari kedua sisi berlawanan.

            Meski mereka disandera, namun perlakuan yang mereka terima selama masa penyanderaan jauh dari penyiksaan, mereka pun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh rasa hormat layaknya tamu. Makanan-makanan dan air setiap hari diantar dalam jumlah yang cukup, mesti para Mujahidin lain yang bertugas mengantar makanan-makanan itu mempertaruhkan nyawanya dalam perjalanan menuju gua. Selama beberapa hari itu tidak terasa mereka sudah bersahabat dengan para penyandera yang bernama Muhammad dan Ahmad. Mereka saling menceritakan dan berbagi pengalaman seputar diri, pekerjaan dan bahkan keluarga, membuat mereka merasa akrab satu sama lain. Kebersamaan mereka dari hari ke hari nyatanya telah menciptakan suatu ikatan batin diantara mereka.

            Pembebasan yang berliku-liku pun mesti dilewati dengan penuh kesabaran dan emosional, kenyatanya pembebasan yang mereka nanti-nantikan hanya sebuah janji yang tak kunjung terpenuhi, seperti yang dijanjikan Rois (pemimpin mujahidin). Dan pada akhirnya setelah menyelesaikan beberapa proses seperti rekaman dan foto, hari dimana yang mereka nantikan yaitu hari pembebasan karena mereka tidak terbukti bersalah. Namun hari pembebasan itu tak semulus perkiraan, karena dicurigai letak gua yang mereka tempati  telah diketahui oleh tentara koalisi Amerika, dan mereka harus diungsikan tiba-tiba ditengah gelapnya malam. Pada keesokan harinya mereka dilepas tempat dimana mereka diculik yaitu pom bensin, mereka segera menuju dan menancap gas ke perbatasan Irak-Yordania, karena mereka akan dijemput disana. Namun lagi-lagi masalah harus mereka hadapi, karena gerbang perbatasan Irak-Yordania untuk sementara ditutup karena adanya perayaan Asyura yang tidak memperbolehkan siapa saja keluar maupun masuk perbatasan. Setelah proses yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Irak mereka akhirnya diberikan izin untuk melewati gerbang perbatasan dan kembali ke Indonesia dengan selamat.


KELEBIHAN

Buku ini benar-benar memberi pelajaran pada kita, bahwa setiap pekerjaan, mempunyai resiko yang kadang memang menantang dan berbahaya. Namun kita pun harus mengukur seberapa besar kesiapan dan kemampuan kita, sampai dimana seharusnya kita melangkah atau berhenti ketika telah diambang batas kemampuan kita. Buku ini banyak sekali peristiwa yang rasanya membuat nyawa mereka serasa sudah diujung tanduk, namun secara mengejutkan, ternyata mereka bisa bertahan melewati itu semua.

Buku ini menggambarkan pengalaman bagaimana keadaan pada saat mula diculik atau disandera, hidup didaerah konflik yang jauh dari tanah air, dan pengalaman-pengalaman menegangkan lainnya, sampai akhirnya dibebaskan dan dipulangkan kembali ke Indonesia dengan selamat. Penuh dengan perjuangan dan ketegangan yang dirasakan, seolah-olah pembaca diajak larut dalam suasana ketegangan yang disajikan dalam buku ini. Tidak hanya ketegangan yang disajikan dalam buku ini, pembaca juga menemukan kejadian yang membuat kita tertawa dan kadang menitikkan air mata.

Pengalaman yang dirasakan Meutya dan Budianto tersebut penting untuk diketahui, terutama bagi komunitas wartawan atau jurnalistik yang dikhususkan hidup atau ditugaskan di daerah konflik. Sangat bermanfaat, mengajak kita untuk berpikir dan merenungkan, pada saat manusia berada dalam keadaan tekanan, keptusasaan, ternyata jika Tuhan mempunyai rencana lain, maka apapun menjadi mungkin. Dan hanya atas kekuasaannya, Meutya dan Budiyono, bisa keluar dengan selamat dan sehat walafiat dari Irak yang penuh ancaman.


KELEMAHAN

Sebagai pembaca kelemahan buku ini adalah tidak menceritakan secara detail kegiatan beribadah. Ketika saya membaca buku ini, muncul pertanyaan bagaimana mereka beribadah melakukan shalat wajib dengan keterbatasan tempat, air untuk berwudhu, yang tidak saya dapatkan jawabannya dalam buku ini. Buku ini disajikan dalam sudut pandang Meutya saja, padahal ada rekannya yaitu Budianto karena setiap pemikiran dan sudut pandang masing-masing pihak berbeda.


KESIMPULAN

            Buku 168 Jam Dalam Sandera ini menggambarkan pengalaman diculik dan disandera  yang alami oleh reporter Metro TV yang bernama Meutya Hafid dan rekannya juru kamera yaitu Budiyanto. Tempat terjadinya penculikan dan penyanderaan ini di Negara Irak, tempat dimana mereka berdua ditugaskan untuk meliput keadaan konflik disana. Buku ini sangat bermanfaat bagi para pembaca karena kita bisa mengambil pembelajaran bahwa setiap usaha yang kita jalani, pasti ada resiko yang harus kita hadapi, Seperti pepatah mengatakan “Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang menerpa”. Penulis juga ingin menyampaikan lewat buku ini bahwa, ikatan persahabatan yang mereka jalin bersama kedua penyandera yaitu Muhammad dan Ahmad, hal tersebut sangat mengharukan.


SARAN

            Seperti yang pembaca sampaikan pada kelemahan buku 168 Jam Dalam Penyanderaan, buku ini terasa kurang lengkap yang hanya bersudut pandang pada Meutya. Saya yakin dengan menghadirkan Budiyanto dan mungkin Ibrahim, mereka pasti memiliki pandangan atau perspektif yang berbeda dengan Meutya.



Download ebook via Google Drive : Klik Moh. Syairi


Resensator : Moh. Syairi